Minggu, 15 Juni 2014

Etnografi Suku Batak

Suku Batak
                BATAK, SUKU BANGSA berasal dari Pulau Sumatra bagian utara yang merupakan sebagian besar wilayah administratif Propinsi Sumatera Utara. Daerah asala kediaman orang Batak itu dikenal dengan Dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Dairim, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Dilihat dari wilayah administratif, mereka mendiami wilayah beberapa kabupaten atau bagian dari wilayah kabupaten di Sumatera Utara. Kabupaten- kabupaten tersebut adalah Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Asahan. Data sensus penduduk tahun 1930 menunjukkan jumlah anggota suku Batak kurang lebih 1.000.000 jiwa. Ini berarti bahwa suku bangsa Batak merupakan salah satu dari delapan suku bangsa di Indonesiayang anggotanya berjumlah 1.000.000 atau lebih. Kini jumlah anggota suku bangsa Batak tentu sudah menjadi lebih besar lagi. Namun jumlahnya yang tepat tidak dapat lagi diketahui karena dalam sensus-sensus yang diadakan kemudian di Indonesia tidak lagi dicatat identitas menurut  kesukubangsaan. Orang Batak itu bisa dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok Toba dan kelompok Pakpak-Dairi. Kelompok Toba terbagi lagi ke dalam beberapa sub kelompok yaitu Toba, Angkola, Mandailing dan Simalungun. Kelompok Pakpak-Dairi terbagi pula menjadi sub kelompok Dairi, Karo, Alas dan Gayo. Sumber lain membagi suku-bangsa Batak menjadi enam sub suku-bangsa. (1) Karo yang mendiami satu daerah induk meliputi dataran Tinggi Karo, Langkat, Hulu, Deli Hulu dan sebagian Dairi. (2) Simalungun mendiami suatu daerah induk Simalungun. (3) Pakpak mendiami daerah induk Dairi. (4) Toba mendiami suatu daerah induk meliputi daerah tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, daerah Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga, daerah pegunungan Pahae dan Habinsaran. (5) Angkola mendiami daerah induk Angkola dan Sipirok, sebagian dari Sibolga dan Batang Toru dan bagian utara dari Padang Lawas. (6) Mandailing mendiami daerah induk Mandailing, Ulu, Pakatan dan bagian selatan dari Padang Lawas. Dilihat dari bahasa, orang Batak mengenal beberapa logat : (1) Logat Karo dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak dipakai oleh orang Pakpak; (3) Simalungun dipakai oleh orang Simalungun; (4) Logat Toba dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing. Menurut sejarah lisan (tarombo) semua sub suku bangsa ini berasal dari satu nenek moyang yaitu Si Raja Batak (Bangun, 1983).
Versi sejarah mengatakan si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 Km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang.Versi lain mengatakan, dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba.
Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama si Raja Buntal adalah generasi ke-20. Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus. Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.
            Penjelasan mengenai etnografi pada suku Batak akan dibahas lebih dalam dalam 7 unsur kebudayaan di bawah ini :
1.    BAHASA
Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang terutama dipertuturkan di daerah sekitar Danau Toba dan sekitarnya, meliputi Samosir, Humbang Hasundutan, Tapanuli utara, dan Toba samosir, sumatera Utara, Indonesia. Bahasa Batak Toba termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia, dan merupakan bagian dari kelompok bahasa-bahasa Batak. Saat ini diperkirakan terdapat kurang-lebih 2.000.000 orang penutur Bahasa Batak Toba, yang tinggal di bagian barat dan selatan Danau Toba. Penulisan bahasa ini dalam sejarahnya pernah menggunakan aksara Batak, namun saat ini para penuturnya hampir selalu menggunakan aksara Latin untuk menuliskannya.
            Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat :
Ø  Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo
Ø  Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak
Ø  Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun
Ø  Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing

Selain itu, bahasa Batak bisa dibagi menjadi beberapa kelompok:
  • Bahasa Batak Utara (Bahasa Alas & Bahasa Karo)
  • Bahasa Batak Selatan (Bahasa Angkola - Mandailing, Pakpak - Dairi, Simalungun, Toba)

2.    SISTEM PENGETAHUAN
Sistem pengetahuan pada suku Batak akan dijelaskan mengenai pengetahuan masyarakat Batak dalam memasak dan membuat rumah. Masakan adat Batak  jenis masakan yang dipengaruhi seni suku batak, dan termasuk masakan Nusantara. Yang paling sering digunakan dalam memasak sebuah pesta adalah andaliman (merica batak). Bahkan di tradisi orang batak banyak menggunakan Babi ataupun daging Anjing, yang dimasak sesuai selera masing masing dan juga menggunakan makanan yang berasal dari danau, seperti ikan ikanan yaitu hasil pancingan para nelayan, mereka memasaknya biasanya disebut (napinadar, dipanggang atau ikan arsik). Jenis makanan Batak yang dapat dijumpai dan dikenal oleh masyarakat umumnya adalah Saksang, Arsik Panggang, Ayam tasak telu, Manuk Napinadar, Tangotanggo, Dengke Mas naniura, Natinombur, Mie Gomak, Na nidugu, Dali ni horbo, Sambal tuktuk, Pagitpagit, Itak gurgur, Kue lampet, Kue Ombus ombus, Kue Pohul pohul, Kacang sihobuk.
Sedangkan pengetahuan pada masyarakat Batak mengenai pembuatan rumah memiliki cirri khas tersendiri. Rumah adat batak toba disebut juga RUMAH BOLON yang berbentuk panggung dengan bahan utama dari kayu, dengan ciri khas atapnya yang melengkung  dan runcing ditiap ujungnya. Rumah adalah hal yang terpenting, dibuat dengan formasi berbentuk segi empat, dipadu tiang dan dinding yang kuat. Makna dari pondasi ini sendiri adalah saling kerja sama demi memikul yang berat. Gorga adalah pahatan/ukiran kayu yang ada pada rumah adat suku Batak. Hiasan ini sendiri memiliki nama-nama tersendiri berdasarkan bentuk ukirannya seperti penjelasan di bawah ini :
a. Gorga simataniari (matahari) : menggambarkan matahari yang merupakan sumber kehidupan manusia.
b.  Gorga desa naualu : menggambarkan 8 penjuru mata angin yang sangat berkaitan erat dengan aktivitas ritual suku Batak
c.  Gorga singa-singa : menggambarkan tuan rumah sebagai orang yang kuat, kokoh, pemberani dan berwibawa.
Gorga dituliskan dengan 3 warna yaitu merah, melambangkan kecerdasan  dan wawasan  yang luas. Putih, melambangkan kejujuran  yang tulus  sehingga lahir kesucian. Hitam, melahirkan kewibawaan yang bersifat pemimpin. Rumah adat bagi orang Batak didirikan bukan hanya sekedar tempat bemaung dan berteduh dari hujan dan panas terik matahari semata tetapi sebenanya sarat dengan nilai filosofi yang dapat dimanfaatkan sebagai pedoman hidup. Beragam pengertian dan nilai luhur yang melekat dan dikandung dalam rumah adat tradisional yang mestinya dapat dimaknai dan dipegang sebagai pandangan hidup dalam tatanan kehidupan sehari-hari, dalam rangka pergaulan antar individu.

3.    ORGANISASI SOSIAL DAN SISTEM KEKERABATAN
  1. Pernikahan
Garis besar tata cara dan urutan pernikahan adat batak Na Gok adalah sebagai berikut :
  • Mangarisika
  • Marhori-hori Dinding/marhusip
  • MarhataSinamot
  • Pudun Sauta
  • Martonggo Raja atau Maria Raja
  • Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
  • Pesta Unjuk
  • Mangihut di ampang (dialap jual)
  • Ditaruhon Jual
  • Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
  • Paulak Unea
  • Manjahea
  • Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
  1. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga. Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sudah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : perbedaan tigkat umur, perbedaan pangkat dan jabatan, perbedaan sifat keaslian dan status kawin.

4.    SISTEM TEKNOLOGI DAN PERALATAN HIDUP
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitu kain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.

5.    SISTEM MATA PENCAHARIAN HIDUP
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

6.    SISTEM RELIGI
Kehidupan masyarakat batak adalah kehidupan yang sangat menjujunjung tinggi upacara adatnya. Bahkan sebelum lahir ke dunia pun sudah melakoni adat sampai seorang Batak tersebut meninggal dan menjadi tulang belulang masih ada serangkian adat, bukan rumit tapi adat batak menunjukkan bahwa DALIHAN NATOLU yang didalamnya adalah somba marhula - hula, Elek marboru, Manat mardongan tubu dan selalu terlihat pada saat perayaan serta syukuran dan adat yang digunakan sebagai penanda didalamnya. Beberapa macam Adat Batak Toba :
·      Upacara Adat Mangirdak atau mangganje/mambosuri boru (adat tujuh bulanan)
·      Upacara Adat Mangharoan
Upacara adat mangharoan adalah upacara  adat yang  dilaksanakan setelah  dua minggu  kelahiran bayi  untuk menyambut  kedatangan  bayi tersebut  dalam keluarga tersebut
·      Upacara Adat Martutu aek
·      Adat pemberian nama kepada bayi
·      Upacara Adat Marhajabuan
·                     Upacara adat pernikahan sesuai dengan adat Batak Toba, Marhajabuan (berumatangga). Jenis-jenis upacara pernikahan adat batak yaitu PATIUR BABA NI MUAL (Permisi dan mohon doa  restu tulang), MARHORI HORI DINGDING (Perkenalan keluarga secara tertutup), MARHUSIP (Perundingan diam diam  & Patua) dan Hata  (Melamar secara resmi), MARTOMPUL dan MARTONGGO RAJA DAN MARIA RAJA (Pesta pertunangan).
·                     Upacara Adat Manulang
Upacara adat yang diberikan kepada orang tua yang lanjut usianya dengan menyuapi/menyulangkan makanan kesukaan  oleh anak dan cucunya.
·      Upacara adat Hamatean
Ketika seseorang  batak meninggal  disesuaikan dengan adat  batak toba apakah adat yang akan dibuat jika seseorang meninggal  sebagai sari matua , saur matua,  maulibulung.
·      Upacara adat mangongkal holi
Upacara adat penggalian tulang belulang orang tua yang telah meninggal untuk dimasukkan kedalam tugu (monument yang lebih bagus dari sebelumnya unuk menghormati  orang yang sudah meninggal)
Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke tanah Batak, orang Batak pada mulanya belum mengenal nama dan istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan orang Batak dahulu (kuno) adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan kepada benda-benda mati. Penghormatan dan penyembahan dilakukan kepada arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan, kesejahteraan bagi orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah yang paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat dekat sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah “Debata”, sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia. Tetapi setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu; Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar biasa. Untuk menekankan bahwa “Ompu Nabolon” ini sebagai kakek/nenek yang terdahulu dan yang pertama menciptakan adat bagi manusia, Ompu Nabolon menjadi “Mula Jadi Nabolon” atau “Tuan Mula Jadi Nabolon”.
Mereka beribadah setiap hari sabtu dan memiliki dua hari peringatan besar setiap tahunnya yaitu Sipaha Sada dan Sipaha Lima. Sipaha Sada ini dilakukan saat masuk tahun baru Batak yang dimulai setiap bulan Maret. Dan Sipaha Lima yang dilakukan saat bulan Purnama yang dilakukan antara bulan juni-juli.
Dalam upacara, laki-laki yang telah menikah biasanya mengunakan sorban seperti layaknya orang muslim, sarung dan Ulos (selendang batak). Sementara yang wanitanya bersarung dan mengonde rambut mereka. Semua acara Parmalin dipimpin langsung oleh Raja Marnokkok Naipospos. Kakek Raja Marnokkok adalah Raja Mulia Naipospos yang menjadi pembantu utama Sisingamangaraja XI. Kini penganut Parmalin ini mencapai 7000 orang termasuk yang bukan orang batak. Mereka tersebar di 39 tempat di Indonesia termasuk di Singkil Nanggroe Aceh Darussalam.
Kitab-Kitab Dalam Agama Parmalim
a.    Kitab Batara Guru, Kitab ini berisi seluruh rahasia Allah tentang terjadinya bumi dan manusia beserta kodrat kehidupan dan kebijakan manusia.
b.    Kitab Debata Sorisohaliapan, Kitab ini berisi tatanan hidup manusia.
c.    Kitab Mangala Bulan, Kitab Mangala Bulan menerangkan tentang cerminan kekuatan Allah.
d.   Debata Asi-Asi, Kitab ini menerangkan tentang inti dari Kitab Batara Guru, Debata Sorisohaliapan, Mangala Bulan (Debata Natolu) dan induk dari segala kitab
e.    Kitab Boru Debata, Kitab ini berisikan tentang kehidupan wanita hingga memperoleh anak.
f.     Kitab Pengobatan
g.    Falsafah Batak, Kitab ini berisi tentang adat istiadat, budaya, hukum, aksara seni tari, seni musik terutama bidang pemerintahan kerajaan, sosial dan ekonomi.
h.    Kitab Pane Nabolon (Pengetahuan tentang bulan dan bintang)
i.      Kitab Raja Uhum Manisia, Kitab ini adalah kitab yang berisi penghakiman.

Sedangkan pada agama samawi seperti agama Islam memiliki perbedaan sejarah pada masyarakat Batak. Peradaban Islam diawali dari Perang Paderi Sumatera Barat yang berawal dari pertentangan antara kaum adat dengan kaum ulama. Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara lainnya, sebelum masuknya agama Islam, agama yang dianut masyarakat di Sumatera Barat juga agama Buddha dan Hindu. Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang ingin menerapkan alirannya di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara kaum adat dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada konflik bersenjata. Karena tidak kuat melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta bantuan Belanda, yang tentu disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang Paderi yang berlangsung dari tahun 1816 sampai 1833. Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum Paderi bukan hanya berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga menyerang Tanah Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 – 1820 dan kemudian mengIslamkan Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di beberapa tempat dengan tindakan yang sangat kejam.
Agama Islam yang masuk ke Mandailing dinamakan oleh penduduk setempat sebagai Silom Bonjol (Islam Bonjol) karena para penyerbunya datang dari Bonjol. Seperti juga di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat yang tidak mau masuk Islam, menyingkir ke utara dan bahkan akibat agresi kaum Paderi dari Bonjol, tak sedikit yang melarikan diri sampai Malaya. Penyerbuan Islam ke Mandailing berawal dari dendam keturunan marga Siregar terhadap dinasti Singamangaraja dan seorang anak hasil incest (hubungan seksual dalam satu keluarga) dari keluarga Singamangaraja X.
Penyebaran Mazhab Hambali dimulai tahun 1804 dengan pemusnahan keluarga Kerajaan Pagarruyung di Suroaso, yang menolak aliran baru. Penyerbuan ke Tanah Batak dimulai pada 1 Ramadhan 1231 H (tahun 1816 M), dengan penyerbuan terhadap benteng Muarasipongi yang dipertahankan oleh Marga Lubis. 5.000 orang dari pasukan berkuda ditambah 6.000 infanteri meluluhlantakkan benteng Muarasipongi, dan seluruh penduduknya dibantai tanpa menyisakan seorangpun. Kekejaman ini sengaja dilakukan dan disebarluaskan untuk menebarkan teror dan rasa takut agar memudahkan penaklukkan. Setelah itu, satu persatu wilayah Mandailing ditaklukkan oleh pasukan Paderi, yang dipimpin oleh Tuanku Rao dan Tuanku Lelo, yang adalah putra-putra Batak sendiri. Selain kedua nama ini, ada sejumlah orang Batak yang telah masuk Islam, ikut pasukan Paderi menyerang Tanak Batak, yaitu Tuanku Tambusai (Harahap), Tuanku Sorik Marapin (Nasution), Tuanku Mandailing (Lubis), Tuanku Asahan (Mansur Marpaung), Tuanku Kotapinang (Alamsyah Dasopang), Tuanku Daulat (Harahap), Tuanku Patuan Soripada (Siregar), Tuanku Saman (Hutagalung), Tuanku Ali Sakti (Jatengger Siregar), Tuanku Junjungan (Tahir Daulay) dan Tuanku Marajo (Harahap).
Agama Kristen, ketika pekabaran Injil sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di Indonesia tidak demikian halnya di Tanah Batak (Utara). Kawasan ini masih sangat tertutup seperti dikelilingi kabut misteri. Suku Batak Toba yang mendiaminya tetap asyik dengan kehidupan sosial yang dicengkeram agama suku, masih pele begu, peradaban yang cenderung primitif karena hidup dalam permusuhan, perbudakan, penculikan, perampokan, perjudian, dan kanibalisme. Maka istilah “Jangan coba-coba mendekati orang Batak” memaksa Burton dan Ward menarik langkah mereka mundur dari Tanah Batak saat berkunjung Juli 1824. Burton dan Ward adalah utusan Babtist Church of England, tercatat sebagai misionaris pertama yang mengunjungi Tanah Batak.
Secara umum Pekabaran Injil di dunia adalah mengkuti pembukaan segala benua melalui gerakan imperialisme dan kolonialisme. Maka, tak heran apabila mesionaris perintis di Tanah Batak tertahan di Sipirok dan Angkola yang sudah masuk dalam penaklukan Belanda, belum masuk ke Tanah Batak sebelum daerah itu betul-betul masuk dalam kekuasaan Belanda .
Setelah Burton-Ward dan Munson-Lyman, misionaris perintis lain yang menyusul adalah Gerrit van Asselt. Dia diutus Ds Wetteven dari kota Ermello, Belanda, tiba di Sumatra Mei 1856 dan berpos di Sipirok ,1857. Organisasi yang megirimkan Gerrit van Asselt sangat kecil, bahkan dalam buku Sejarah Gereja, karangan Dr.H .Berkog dan Dr. IH Enklar sama sekali tidak disebut-sebut. Ada yang mencatat Zending Ermello berada di bawah naungan Nederlandse Zendingsvereniging (NZV). Akan tetapi, karena NZV baru berdiri pada tahun 1856, besar kemungkinan Zending Ermello berada di bawah naungan Nederandse Zending-Genootschap (NZG) yang berdiri pada tahun 1797, sebuah organisasi Zending dari mana NZV berasal.
Koster dan van Dalen ditempatkan di Pargarutan. Van Dallen kemudian pindah ke Simapilapil. Dammerbooer jadi opzichter di sekolah Belanda sebelum ke Huta Rimbaru dan masuk ke Mission Java Komite. Gerrit van Asselt sendiri pada 31 Maret 1961 membaptis orang Batak Kristen pertama, Simon Siregar dan Jakobus Tampubolon di Sipirok.
Semangat Pekabran Injil de Eropah tak lagi tergantung pada kerjasama suatu Gereja dengan pemerintahnya yang melakukan kolinialisasi ke berbagai benua. Di Jerman, di tepi sungai Zending. Rheinische Missionsgesellschaft (RM) yang berdiri pada tahun 1818 mengutus misionaris ke daratan luas dan suku-suku bangsa besar di Afrika dan Tiongkok, termasuk ke Indonesia yang berada di bawah penguasaan Belanda.
Pemindahan Zendeling dari Kalimantan ke Tanah Batak terkait dengan penugasan pimpinan RM, Inspektur Dr.Friedrich Fabri kepada misionaris yang tertahan di Batavia akibat Perang Banjar, pada tahun 1860. Ketika itu Febri berkunjung ke Amsterdam, Belanda. Dia sangat tertarik pada dokumen van der Took mengenai suku Batak Toba yang ditelitinya pada tahun 1849. Fabri mengutus Hoefen mengunjungi Tanah Batak, dan berdasarkan laporan Hoefen RM menugaskan dua misionaris, Klammer yang bertahan di Batavia dan Heine yang langsung didatangkan dari Barmen, ke Tanah Batak. Keduanya tiba di Sibolga 17 Agustus 1961 dan memilih Sipirok sebagai pos utama. Heine dan Klammer tinggal melapor ke residen Tapanuli di Sibolga karena Fabri sudah lebih dahulu meminta izin atas penugasan kedua misionaris itu ke pemerintahan Belanda.
Ingwer Ludwig Nommensen (1834-1918) merupakan tokoh sentral Pekabaran Injil di Tanah Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai “Rasul Batak” yang menjadikan suku Batak Toba menjadi suku bangsa maju.
Dia menginjakkan kaki di Barus Juni 1862, ditempatkan oleh rekan-rekan pendahulunya di Parausorat Desember 1862, lalu menginjakkan kaki di Silindung November 1863. Pekerjaan di perbatasan, menurutnya tidak memadai karena dominan penduduknya sudah memeluk agama Islam. Tak ada cara lain kecuali memasuki Tanah Batak, Silindung adalah pilihan utama karena jumlah penduduknya sangat besar, meskipun ditentang pemerintah Hindia Belanda, harus ditempuh melalui medan yang berat yaitu hutan belantara yang penuh marabahaya, serta kemungkinan ditolak bahkan bisa terbunuh.
Ditandai dengan didirikannya Universitas Nommensen (1954) dengan kira-kira 3.000 mahasiswa pada tahun 1971,dan suatu tata gereja baru (1962) yang dengannya dihapuskan sinode distrik. HKBP juga mengembangkan usaha pendidikan dan penginjilan dikalangan orang-orang Jawa di Sumatera Timur, orang-orang Sakai di Riau, dan di Malaysia. Pada permulaan tahun 1960-an HKBP hampir mempunyai 900.000 anggota di sumatera dan banyak jemaat di pulau lainnya dan di Singapura.
Dalam perkembangannya HKBP beberapa kali mengalami peristiwa “ditinggalkan jemaat”, di mulai tahun 1927 dengan berdirinya Mission Batak, disusul Huria Christen Batak (HCB), Punguan Kristen Batak (PKB), dan Huria Kristen Indonesia (HKI). Pada tahun 1964 sejumlah anggota keluar dan menamakan diri Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI). Atas kemelut HKBP yang terjadi pada tahun 1990-an sejumlah anggota juga banyak yang pindah ke Gereja lain. Menurut Almanak HKBP tahun 2007 HKBP memiliki 3.139 gereja yang tersebar di Indonesia bahkan di Singapura dan Amerika Serikat. Dengan jumlah lebih dari 5 juta jemaat HKBP di catat sebagai lembaga keagamaan dengan jumlah anggota terbesar ketiga setelah Nahdatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah.

7.    SENI
Seni Tarian, Seni tari Batak pada zaman dahulu merupakan sarana utama pelaksanaan upacara ritual keagamaan. Menari juga dilakukan dalam acara gembira seperti sehabis panen, perkawinan, yang waktu itu masih bernapaskan mistik (kesurupan). Acara pesta adat yang membunyikan gondang sabangunan (dengan perangkat musik yang lengkap), erat hubungannya dengan pemujaan para Dewa dan roh-roh nenek moyang (leluhur) pada zaman dahulu. Contohnya seni Tari Tor-tor (bersifat magis). Didalam menari setiap penari harus memakai Ulos. Orang Batak mempergunakan alat musik/ Gondang yaitu terdiri dari: Ogung sabangunan terdiri dari 4 ogung. Kalau kurang dari empat ogung maka dianggap tidak lengkap dan bukan Ogung sabangunan dan dianggap lebih lengkap lagi kalau ditambah dengan alat kelima yang dinamakan Hesek. Kemudian Tagading terdiri dari 5 buah. Kemudian Sarune (sarunai harus memiliki 5 lobang diatas dan satu dibawah. Menari juga dapat menunjukkan sebagai pengejawantahan isi hati saat menghadapi keluarga atau orang tua yang meninggal, tariannnya akan berkat-kata dalam bahasa seni tari tentang dan bagaimana hubungan batin sipenari dengan orang yang meninggal tersebut. Juga Menari dipergunakan oleh kalangan muda mudi menyampai hasrat hatinya dalam bentuka tarian, sering taruian ini dilakukan pada saat bulan Purnama. Kesimpulannya bahwa tarian ini dipergunaka sebagai sarana penyampaian batin baik kepada Roh-roh leluhur dan maupun kepada orang yang dihormati (tamu-tamu) dan disampaikan dalam bentuk tarian menunjukkan rasa hormat.
      Seni arsitektur, rumah adat Siwaluh Jabu, rumah adat Batak Karo. Rumah ini bertiang tinggi dan satu rumah biasanya dihuni atas satu keluarga besar yang terdiri dari 4 sampai 8 keluarga Batak. Di dalam rumah tak ada sekatan satu ruangan lepas. Namun pembagian ruangan tetap ada, yakni dibatasi oleh garis-garis adat istiadat yang kuat, meski garis itu tak terlihat. Masing-masing ruangan mempunyai nama dan siapa yang harus menempati ruangan tersebut, telah ditentukan pula oleh adat.
Fungsi utama dari ujung atap yang menonjol ini adalah untuk memungkinkan asap keluar dari tungku dalam rumah. Pada bagian depan dan belakang rumah adalah panggung besar yang disebut ture, konstruksinya sederhana dari potongan bambu melingkar dengan diameter 6 cm. Panggung ini dugunakan untuk tempat mencuci, menyiapkan makanan, sebagai tempat pembuangan (kotoran hewan) dan sebagai ruang masuk utama. Jalan masuk menuju ture adalah tangga bambu atau kayu.
Musik, Toba Kuno di jaman dinasti Tuan Sorimangaraja (Pahompu-nya Si Raja Batak) Berawal dari musik Raja-raja.Bukan musik untuk Raja, tetapi musik yang dimainkan oleh Raja. Musik Batak awalnya diciptakan untuk upacara ritual yang dipimpin pada Datu (dukun) pada masa itu untuk penghormatan leluhur, minta panen yang sukses kepada Mula Jadi Nabolon.
Batak untuk ritual ini adalah yang disebut Gondang Sabangunan yang terdiri dari 5 Ogung, 5 Gondang, Sarune Bolon lubang 5. Namun para Rakyat juga ingin main musik, maka berkembanglah musik batak ini di kalangan rakyat dengan format Taganing, Garantung, Hasapi, Seruling dan Sarune Etek. Dengan alat-alat musik inilah tercipta banyak sekali lagu rakyat yang bernuansa pentatonis (Do Re Mi Fa Sol, kadang2 ada juga La) dan susunan nada (licks)-nya sangat khas tidak didapati di musik suku lain.
Kerajinan, tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah, kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami.Warna ulos biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.




DAFTAR PUSTAKA
http://ksupointer. Com/2009/ suku batak/
http: // ragambudayanusantara.blogspot.com//,  Senin, 25 Agustus 2008
http : //jfchatib.blogspot.com/ 2009/03/ arsitektur-traditional-batak.html, KAMIS 26 MARET 2009
http://habatakon01..com/


1 komentar: