Suku Batak
BATAK, SUKU BANGSA berasal dari Pulau Sumatra bagian utara yang merupakan sebagian
besar wilayah administratif Propinsi Sumatera Utara. Daerah asala kediaman
orang Batak itu dikenal dengan Dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu,
Serdang Hulu, Simalungun, Dairim, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, Mandailing
dan Tapanuli Tengah. Dilihat dari wilayah administratif, mereka mendiami
wilayah beberapa kabupaten atau bagian dari wilayah kabupaten di Sumatera
Utara. Kabupaten- kabupaten tersebut adalah Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi,
Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Asahan. Data sensus
penduduk tahun 1930 menunjukkan jumlah anggota suku Batak kurang lebih
1.000.000 jiwa. Ini berarti bahwa suku bangsa Batak merupakan salah satu dari
delapan suku bangsa di Indonesiayang anggotanya berjumlah 1.000.000 atau lebih.
Kini jumlah anggota suku bangsa Batak tentu sudah menjadi lebih besar lagi.
Namun jumlahnya yang tepat tidak dapat lagi diketahui karena dalam
sensus-sensus yang diadakan kemudian di Indonesia tidak lagi dicatat identitas
menurut kesukubangsaan. Orang Batak itu
bisa dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok Toba dan kelompok
Pakpak-Dairi. Kelompok Toba terbagi lagi ke dalam beberapa sub kelompok yaitu
Toba, Angkola, Mandailing dan Simalungun. Kelompok Pakpak-Dairi terbagi pula
menjadi sub kelompok Dairi, Karo, Alas dan Gayo. Sumber lain membagi
suku-bangsa Batak menjadi enam sub suku-bangsa. (1) Karo yang mendiami satu
daerah induk meliputi dataran Tinggi Karo, Langkat, Hulu, Deli Hulu dan
sebagian Dairi. (2) Simalungun mendiami suatu daerah induk Simalungun. (3)
Pakpak mendiami daerah induk Dairi. (4) Toba mendiami suatu daerah induk
meliputi daerah tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, daerah
Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga, daerah pegunungan Pahae dan
Habinsaran. (5) Angkola mendiami daerah induk Angkola dan Sipirok, sebagian
dari Sibolga dan Batang Toru dan bagian utara dari Padang Lawas. (6) Mandailing
mendiami daerah induk Mandailing, Ulu, Pakatan dan bagian selatan dari Padang
Lawas. Dilihat dari bahasa, orang Batak mengenal beberapa logat : (1) Logat
Karo dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak dipakai oleh orang Pakpak; (3)
Simalungun dipakai oleh orang Simalungun; (4) Logat Toba dipakai oleh orang
Toba, Angkola dan Mandailing. Menurut sejarah lisan (tarombo) semua sub suku bangsa
ini berasal dari satu nenek moyang yaitu Si Raja Batak (Bangun, 1983).
Versi sejarah mengatakan si Raja Batak dan
rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu
menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 Km arah
Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang.Versi lain mengatakan, dari
India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di
pinggir Danau Toba.
Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar
tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan
si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama
si Raja Buntal adalah generasi ke-20. Batu bertulis (prasasti) di Portibi
bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari
Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India
menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus.
Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane,
Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah
timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.
Penjelasan
mengenai etnografi pada suku Batak akan dibahas lebih dalam dalam 7 unsur
kebudayaan di bawah ini :
1.
BAHASA
Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang
terutama dipertuturkan di daerah sekitar Danau Toba dan sekitarnya,
meliputi Samosir, Humbang Hasundutan, Tapanuli utara, dan Toba samosir,
sumatera Utara, Indonesia. Bahasa Batak Toba termasuk dalam rumpun bahasa
Austronesia, dan merupakan bagian dari kelompok bahasa-bahasa Batak. Saat
ini diperkirakan terdapat kurang-lebih 2.000.000 orang penutur Bahasa Batak
Toba, yang tinggal di bagian barat dan selatan Danau Toba. Penulisan
bahasa ini dalam sejarahnya pernah menggunakan aksara Batak, namun saat
ini para penuturnya hampir selalu menggunakan aksara Latin untuk
menuliskannya.
Dalam
kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat :
Ø Logat
Karo yang dipakai oleh orang Karo
Ø Logat
Pakpak yang dipakai oleh Pakpak
Ø Logat
Simalungun yang dipakai oleh Simalungun
Ø Logat Toba
yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing
Selain itu, bahasa Batak bisa dibagi
menjadi beberapa kelompok:
- Bahasa
Batak Utara
(Bahasa Alas & Bahasa Karo)
- Bahasa
Batak Selatan
(Bahasa Angkola - Mandailing, Pakpak -
Dairi, Simalungun, Toba)
2.
SISTEM PENGETAHUAN
Sistem pengetahuan pada suku Batak akan dijelaskan mengenai
pengetahuan masyarakat Batak dalam memasak dan membuat rumah. Masakan
adat Batak jenis masakan yang dipengaruhi seni suku batak, dan
termasuk masakan Nusantara. Yang paling sering digunakan dalam memasak sebuah
pesta adalah andaliman (merica batak). Bahkan di tradisi orang
batak banyak menggunakan Babi ataupun daging Anjing, yang dimasak sesuai selera
masing masing dan juga menggunakan makanan yang berasal
dari danau, seperti ikan ikanan yaitu hasil pancingan para
nelayan, mereka memasaknya biasanya disebut (napinadar, dipanggang atau
ikan arsik). Jenis makanan Batak yang dapat dijumpai dan
dikenal oleh masyarakat umumnya adalah Saksang, Arsik Panggang, Ayam
tasak telu,
Manuk
Napinadar,
Tangotanggo, Dengke
Mas naniura,
Natinombur, Mie
Gomak, Na
nidugu, Dali
ni horbo, Sambal
tuktuk, Pagitpagit, Itak
gurgur, Kue
lampet, Kue
Ombus ombus,
Kue
Pohul pohul,
Kacang
sihobuk.
Sedangkan pengetahuan pada masyarakat Batak mengenai pembuatan
rumah memiliki cirri khas tersendiri. Rumah adat batak toba disebut juga RUMAH
BOLON yang berbentuk panggung dengan bahan utama dari kayu, dengan ciri khas
atapnya yang melengkung dan runcing ditiap ujungnya. Rumah
adalah hal yang terpenting, dibuat dengan formasi berbentuk segi empat, dipadu
tiang dan dinding yang kuat. Makna dari pondasi ini sendiri adalah saling kerja
sama demi memikul yang berat. Gorga adalah pahatan/ukiran kayu yang ada pada rumah adat
suku Batak. Hiasan ini sendiri memiliki nama-nama tersendiri berdasarkan bentuk
ukirannya seperti penjelasan di bawah ini :
a. Gorga
simataniari (matahari) : menggambarkan matahari yang merupakan sumber
kehidupan manusia.
b. Gorga desa naualu :
menggambarkan 8 penjuru mata angin yang sangat berkaitan erat dengan aktivitas
ritual suku Batak
c. Gorga singa-singa :
menggambarkan tuan rumah sebagai orang yang kuat, kokoh, pemberani dan berwibawa.
Gorga dituliskan dengan 3 warna yaitu merah, melambangkan
kecerdasan dan wawasan yang luas. Putih,
melambangkan kejujuran yang tulus sehingga lahir kesucian. Hitam, melahirkan
kewibawaan yang bersifat pemimpin. Rumah adat
bagi orang Batak didirikan bukan hanya sekedar tempat bemaung dan berteduh dari
hujan dan panas terik matahari semata tetapi sebenanya sarat dengan nilai
filosofi yang dapat dimanfaatkan sebagai pedoman hidup. Beragam pengertian dan
nilai luhur yang melekat dan dikandung dalam rumah adat tradisional yang
mestinya dapat dimaknai dan dipegang sebagai pandangan hidup dalam tatanan
kehidupan sehari-hari, dalam rangka pergaulan antar individu.
3.
ORGANISASI SOSIAL DAN SISTEM KEKERABATAN
- Pernikahan
Garis besar tata cara dan urutan pernikahan adat batak Na Gok
adalah sebagai berikut :
- Mangarisika
- Marhori-hori Dinding/marhusip
- MarhataSinamot
- Pudun Sauta
- Martonggo Raja atau Maria Raja
- Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
- Pesta Unjuk
- Mangihut di ampang (dialap jual)
- Ditaruhon Jual
- Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria
(Daulat ni si Panganon)
- Paulak Unea
- Manjahea
- Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
- Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan
yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami
oleh keluarga dari satu marga. Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga
taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut
terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi
merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya
klen besar yang anggotanya sudah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling
kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu
disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan
pada empat prinsip yaitu : perbedaan tigkat umur, perbedaan pangkat dan
jabatan, perbedaan sifat keaslian dan status kawin.
4.
SISTEM TEKNOLOGI DAN PERALATAN
HIDUP
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat
sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti
cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam
bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki
senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak
(sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang
panjang). Unsur teknologi lainnya yaitu kain ulos yang merupakan kain tenunan
yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.
5.
SISTEM MATA PENCAHARIAN
HIDUP
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan
ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga
mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun
tanah yang dimiliki perseorangan. Perternakan juga salah satu mata pencaharian
suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan
bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu,
tembikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
6.
SISTEM RELIGI
Kehidupan masyarakat batak adalah kehidupan
yang sangat menjujunjung tinggi upacara adatnya. Bahkan
sebelum lahir ke dunia pun sudah melakoni adat sampai seorang Batak tersebut
meninggal dan menjadi tulang belulang masih ada serangkian adat, bukan rumit
tapi adat
batak menunjukkan bahwa DALIHAN NATOLU yang didalamnya adalah somba marhula -
hula, Elek marboru, Manat mardongan tubu dan selalu terlihat pada
saat perayaan serta syukuran dan adat yang digunakan sebagai penanda
didalamnya. Beberapa macam Adat Batak Toba :
· Upacara
Adat Mangirdak atau mangganje/mambosuri boru (adat tujuh bulanan)
· Upacara Adat Mangharoan
Upacara adat mangharoan adalah
upacara adat yang dilaksanakan setelah dua
minggu kelahiran bayi untuk
menyambut kedatangan bayi tersebut dalam
keluarga tersebut
· Upacara
Adat Martutu aek
· Adat
pemberian nama kepada bayi
· Upacara
Adat Marhajabuan
·
Upacara adat pernikahan
sesuai dengan adat Batak Toba, Marhajabuan (berumah tangga). Jenis-jenis
upacara pernikahan adat batak yaitu PATIUR BABA NI MUAL (Permisi dan mohon doa restu
tulang), MARHORI HORI DINGDING (Perkenalan keluarga secara tertutup), MARHUSIP
(Perundingan diam diam & Patua) dan Hata (Melamar
secara resmi), MARTOMPUL dan MARTONGGO RAJA DAN MARIA RAJA (Pesta pertunangan).
·
Upacara Adat Manulang
Upacara adat yang diberikan kepada orang tua yang lanjut usianya dengan
menyuapi/menyulangkan makanan kesukaan oleh anak dan cucunya.
· Upacara adat Hamatean
Ketika seseorang batak meninggal disesuaikan
dengan adat batak toba apakah adat yang akan dibuat jika
seseorang meninggal sebagai sari matua , saur
matua, maulibulung.
· Upacara adat mangongkal
holi
Upacara adat penggalian tulang belulang orang tua yang telah
meninggal untuk dimasukkan kedalam tugu (monument yang lebih bagus dari
sebelumnya unuk menghormati orang yang sudah meninggal)
Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan
Kristen ke tanah Batak, orang Batak pada mulanya belum mengenal nama dan
istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan orang Batak dahulu (kuno) adalah
kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan kepada benda-benda mati. Penghormatan
dan penyembahan dilakukan kepada arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan,
kesejahteraan bagi orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah
yang paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat
dekat sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa
orang India dan istilah “Debata”, sombaon yang paling besar orang Batak
(kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek Yang Maha Besar). Ompu
Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi dia adalah yang
telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki
kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia. Tetapi setelah
masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu; Ompu Nabolon ini
dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai nenek/kakek yang
memiliki kemampuan luar biasa. Untuk menekankan bahwa “Ompu Nabolon” ini
sebagai kakek/nenek yang terdahulu dan yang pertama menciptakan adat bagi
manusia, Ompu Nabolon menjadi “Mula Jadi Nabolon” atau “Tuan Mula
Jadi Nabolon”.
Mereka beribadah setiap hari sabtu dan
memiliki dua hari peringatan besar setiap tahunnya yaitu Sipaha Sada dan Sipaha
Lima. Sipaha Sada ini dilakukan saat masuk tahun baru Batak yang dimulai setiap
bulan Maret. Dan Sipaha Lima yang dilakukan saat bulan Purnama yang dilakukan
antara bulan juni-juli.
Dalam upacara, laki-laki yang telah menikah
biasanya mengunakan sorban seperti layaknya orang muslim, sarung dan Ulos
(selendang batak). Sementara yang wanitanya bersarung dan mengonde rambut
mereka. Semua acara Parmalin dipimpin langsung oleh Raja Marnokkok Naipospos.
Kakek Raja Marnokkok adalah Raja Mulia Naipospos yang menjadi pembantu utama
Sisingamangaraja XI. Kini penganut Parmalin ini mencapai 7000 orang termasuk
yang bukan orang batak. Mereka tersebar di 39 tempat di Indonesia termasuk di
Singkil Nanggroe Aceh Darussalam.
Kitab-Kitab Dalam Agama Parmalim
a. Kitab
Batara Guru, Kitab ini berisi seluruh rahasia Allah
tentang terjadinya bumi dan manusia beserta kodrat kehidupan dan kebijakan
manusia.
b. Kitab
Debata Sorisohaliapan, Kitab ini berisi tatanan hidup manusia.
c. Kitab
Mangala Bulan, Kitab Mangala Bulan menerangkan tentang cerminan kekuatan Allah.
d. Debata
Asi-Asi, Kitab ini menerangkan tentang inti dari Kitab Batara Guru, Debata
Sorisohaliapan, Mangala Bulan (Debata Natolu) dan induk dari segala kitab
e. Kitab
Boru Debata, Kitab ini berisikan tentang kehidupan wanita hingga memperoleh
anak.
f. Kitab
Pengobatan
g. Falsafah
Batak, Kitab ini berisi tentang adat istiadat, budaya, hukum, aksara seni tari,
seni musik terutama bidang pemerintahan kerajaan, sosial dan ekonomi.
h. Kitab
Pane Nabolon
(Pengetahuan tentang bulan dan bintang)
i.
Kitab Raja Uhum Manisia,
Kitab ini adalah kitab yang berisi penghakiman.
Sedangkan pada agama samawi seperti agama Islam memiliki perbedaan
sejarah pada masyarakat Batak. Peradaban Islam diawali dari Perang
Paderi Sumatera Barat yang berawal dari pertentangan antara kaum adat
dengan kaum ulama. Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara lainnya,
sebelum masuknya agama Islam, agama yang dianut masyarakat di Sumatera Barat
juga agama Buddha dan Hindu. Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari
Mazhab Hambali yang ingin menerapkan alirannya di Sumatera Barat, timbul
pertentangan antara kaum adat dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada konflik
bersenjata. Karena tidak kuat melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta
bantuan Belanda, yang tentu disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang
Paderi yang berlangsung dari tahun 1816 sampai 1833. Selama berlangsungnya Perang
Paderi, pasukan kaum Paderi bukan hanya berperang melawan kaum adat dan
Belanda, melainkan juga menyerang Tanah Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 –
1820 dan kemudian mengIslamkan Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata,
bahkan di beberapa tempat dengan tindakan yang sangat kejam.
Agama Islam yang masuk ke Mandailing
dinamakan oleh penduduk setempat sebagai Silom Bonjol (Islam Bonjol) karena
para penyerbunya datang dari Bonjol. Seperti juga di Jawa Timur dan Banten
rakyat setempat yang tidak mau masuk Islam, menyingkir ke utara dan bahkan
akibat agresi kaum Paderi dari Bonjol, tak sedikit yang melarikan diri sampai
Malaya. Penyerbuan Islam ke Mandailing berawal dari dendam keturunan marga
Siregar terhadap dinasti Singamangaraja dan seorang anak hasil incest (hubungan
seksual dalam satu keluarga) dari keluarga Singamangaraja X.
Penyebaran Mazhab Hambali dimulai tahun 1804
dengan pemusnahan keluarga Kerajaan Pagarruyung di Suroaso, yang menolak aliran
baru. Penyerbuan ke Tanah Batak dimulai pada 1 Ramadhan 1231 H (tahun 1816 M),
dengan penyerbuan terhadap benteng Muarasipongi yang dipertahankan oleh Marga
Lubis. 5.000 orang dari pasukan berkuda ditambah 6.000 infanteri
meluluhlantakkan benteng Muarasipongi, dan seluruh penduduknya dibantai tanpa menyisakan
seorangpun. Kekejaman ini sengaja dilakukan dan disebarluaskan untuk menebarkan
teror dan rasa takut agar memudahkan penaklukkan. Setelah itu, satu persatu
wilayah Mandailing ditaklukkan oleh pasukan Paderi, yang dipimpin oleh Tuanku
Rao dan Tuanku Lelo, yang adalah putra-putra Batak sendiri. Selain kedua nama
ini, ada sejumlah orang Batak yang telah masuk Islam, ikut pasukan Paderi
menyerang Tanak Batak, yaitu Tuanku Tambusai (Harahap), Tuanku Sorik Marapin
(Nasution), Tuanku Mandailing (Lubis), Tuanku Asahan (Mansur Marpaung), Tuanku
Kotapinang (Alamsyah Dasopang), Tuanku Daulat (Harahap), Tuanku Patuan Soripada
(Siregar), Tuanku Saman (Hutagalung), Tuanku Ali Sakti (Jatengger Siregar),
Tuanku Junjungan (Tahir Daulay) dan Tuanku Marajo (Harahap).
Agama Kristen, ketika
pekabaran Injil sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di
Indonesia tidak demikian halnya di Tanah Batak (Utara). Kawasan ini masih
sangat tertutup seperti dikelilingi kabut misteri. Suku Batak Toba yang
mendiaminya tetap asyik dengan kehidupan sosial yang dicengkeram agama suku,
masih pele begu, peradaban yang cenderung primitif karena hidup dalam
permusuhan, perbudakan, penculikan, perampokan, perjudian, dan kanibalisme.
Maka istilah “Jangan coba-coba mendekati orang Batak” memaksa Burton dan
Ward menarik langkah mereka mundur dari Tanah Batak saat berkunjung Juli 1824.
Burton dan Ward adalah utusan Babtist Church of England, tercatat sebagai
misionaris pertama yang mengunjungi Tanah Batak.
Secara umum Pekabaran Injil di dunia adalah
mengkuti pembukaan segala benua melalui gerakan imperialisme dan kolonialisme.
Maka, tak heran apabila mesionaris perintis di Tanah Batak tertahan di Sipirok
dan Angkola yang sudah masuk dalam penaklukan Belanda, belum masuk ke Tanah
Batak sebelum daerah itu betul-betul masuk dalam kekuasaan Belanda .
Setelah Burton-Ward dan Munson-Lyman,
misionaris perintis lain yang menyusul adalah Gerrit van Asselt. Dia diutus Ds
Wetteven dari kota Ermello, Belanda, tiba di Sumatra Mei 1856 dan berpos di Sipirok
,1857. Organisasi yang megirimkan Gerrit van Asselt sangat kecil, bahkan dalam
buku Sejarah Gereja, karangan Dr.H .Berkog dan Dr. IH Enklar sama sekali tidak
disebut-sebut. Ada yang mencatat Zending Ermello berada di bawah naungan
Nederlandse Zendingsvereniging (NZV). Akan tetapi, karena NZV baru berdiri pada
tahun 1856, besar kemungkinan Zending Ermello berada di bawah naungan
Nederandse Zending-Genootschap (NZG) yang berdiri pada tahun 1797, sebuah
organisasi Zending dari mana NZV berasal.
Koster dan van Dalen ditempatkan di
Pargarutan. Van Dallen kemudian pindah ke Simapilapil. Dammerbooer jadi
opzichter di sekolah Belanda sebelum ke Huta Rimbaru dan masuk ke Mission Java
Komite. Gerrit van Asselt sendiri pada 31 Maret 1961 membaptis orang Batak Kristen
pertama, Simon Siregar dan Jakobus Tampubolon di Sipirok.
Semangat Pekabran Injil de Eropah tak lagi
tergantung pada kerjasama suatu Gereja dengan pemerintahnya yang melakukan
kolinialisasi ke berbagai benua. Di Jerman, di tepi sungai Zending. Rheinische
Missionsgesellschaft (RM) yang berdiri pada tahun 1818 mengutus misionaris ke
daratan luas dan suku-suku bangsa besar di Afrika dan Tiongkok, termasuk ke
Indonesia yang berada di bawah penguasaan Belanda.
Pemindahan Zendeling dari Kalimantan ke Tanah
Batak terkait dengan penugasan pimpinan RM, Inspektur Dr.Friedrich Fabri kepada
misionaris yang tertahan di Batavia akibat Perang Banjar, pada tahun 1860.
Ketika itu Febri berkunjung ke Amsterdam, Belanda. Dia sangat tertarik pada
dokumen van der Took mengenai suku Batak Toba yang ditelitinya pada tahun 1849.
Fabri mengutus Hoefen mengunjungi Tanah Batak, dan berdasarkan laporan Hoefen
RM menugaskan dua misionaris, Klammer yang bertahan di Batavia dan Heine yang
langsung didatangkan dari Barmen, ke Tanah Batak. Keduanya tiba di Sibolga 17
Agustus 1961 dan memilih Sipirok sebagai pos utama. Heine dan Klammer tinggal
melapor ke residen Tapanuli di Sibolga karena Fabri sudah lebih dahulu meminta
izin atas penugasan kedua misionaris itu ke pemerintahan Belanda.
Ingwer Ludwig Nommensen (1834-1918) merupakan
tokoh sentral Pekabaran Injil di Tanah Batak. Dialah yang kemudian dijuluki
sebagai “Rasul Batak” yang menjadikan suku Batak Toba menjadi suku
bangsa maju.
Dia menginjakkan kaki di Barus Juni 1862,
ditempatkan oleh rekan-rekan pendahulunya di Parausorat Desember 1862, lalu
menginjakkan kaki di Silindung November 1863. Pekerjaan di perbatasan,
menurutnya tidak memadai karena dominan penduduknya sudah memeluk agama Islam.
Tak ada cara lain kecuali memasuki Tanah Batak, Silindung adalah pilihan utama
karena jumlah penduduknya sangat besar, meskipun ditentang pemerintah Hindia
Belanda, harus ditempuh melalui medan yang berat yaitu hutan belantara yang
penuh marabahaya, serta kemungkinan ditolak bahkan bisa terbunuh.
Ditandai dengan didirikannya Universitas
Nommensen (1954) dengan kira-kira 3.000 mahasiswa pada tahun 1971,dan suatu
tata gereja baru (1962) yang dengannya dihapuskan sinode distrik. HKBP juga
mengembangkan usaha pendidikan dan penginjilan dikalangan orang-orang Jawa di
Sumatera Timur, orang-orang Sakai di Riau, dan di Malaysia. Pada permulaan
tahun 1960-an HKBP hampir mempunyai 900.000 anggota di sumatera dan banyak
jemaat di pulau lainnya dan di Singapura.
Dalam perkembangannya HKBP beberapa kali
mengalami peristiwa “ditinggalkan jemaat”, di mulai tahun 1927 dengan
berdirinya Mission Batak, disusul Huria Christen Batak (HCB), Punguan Kristen
Batak (PKB), dan Huria Kristen Indonesia (HKI). Pada tahun 1964 sejumlah
anggota keluar dan menamakan diri Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI).
Atas kemelut HKBP yang terjadi pada tahun 1990-an sejumlah anggota juga banyak
yang pindah ke Gereja lain. Menurut Almanak HKBP tahun 2007 HKBP memiliki 3.139
gereja yang tersebar di Indonesia bahkan di Singapura dan Amerika Serikat.
Dengan jumlah lebih dari 5 juta jemaat HKBP di catat sebagai lembaga keagamaan
dengan jumlah anggota terbesar ketiga setelah Nahdatul Ulama
(NU) dan Muhamadiyah.
7.
SENI
Seni Tarian, Seni tari Batak pada zaman dahulu merupakan sarana utama
pelaksanaan upacara ritual keagamaan. Menari juga dilakukan dalam acara gembira
seperti sehabis panen, perkawinan, yang waktu itu masih bernapaskan mistik
(kesurupan). Acara pesta adat yang membunyikan gondang sabangunan (dengan
perangkat musik yang lengkap), erat hubungannya dengan pemujaan para Dewa dan
roh-roh nenek moyang (leluhur) pada zaman dahulu. Contohnya seni Tari Tor-tor
(bersifat magis). Didalam menari setiap penari harus memakai Ulos. Orang Batak
mempergunakan alat musik/ Gondang yaitu terdiri dari: Ogung sabangunan terdiri
dari 4 ogung. Kalau kurang dari empat ogung maka dianggap tidak lengkap dan
bukan Ogung sabangunan dan dianggap lebih lengkap lagi kalau ditambah dengan
alat kelima yang dinamakan Hesek. Kemudian Tagading terdiri dari 5 buah. Kemudian
Sarune (sarunai harus memiliki 5 lobang diatas dan satu dibawah. Menari juga
dapat menunjukkan sebagai pengejawantahan isi hati saat menghadapi keluarga
atau orang tua yang meninggal, tariannnya akan berkat-kata dalam bahasa seni
tari tentang dan bagaimana hubungan batin sipenari dengan orang yang meninggal
tersebut. Juga Menari dipergunakan oleh kalangan muda mudi menyampai hasrat
hatinya dalam bentuka tarian, sering taruian ini dilakukan pada saat bulan
Purnama. Kesimpulannya bahwa tarian ini dipergunaka sebagai sarana penyampaian
batin baik kepada Roh-roh leluhur dan maupun kepada orang yang dihormati
(tamu-tamu) dan disampaikan dalam bentuk tarian menunjukkan rasa hormat.
Seni arsitektur, rumah
adat Siwaluh Jabu, rumah adat Batak Karo. Rumah ini bertiang tinggi
dan satu rumah biasanya dihuni atas satu keluarga besar yang terdiri dari 4
sampai 8 keluarga Batak. Di dalam rumah tak ada sekatan satu ruangan lepas.
Namun pembagian ruangan tetap ada, yakni dibatasi oleh garis-garis adat
istiadat yang kuat, meski garis itu tak terlihat. Masing-masing ruangan
mempunyai nama dan siapa yang harus menempati ruangan tersebut, telah
ditentukan pula oleh adat.
Fungsi utama dari ujung atap yang menonjol ini adalah untuk
memungkinkan asap keluar dari tungku dalam rumah. Pada bagian depan dan
belakang rumah adalah panggung besar yang disebut ture, konstruksinya sederhana
dari potongan bambu melingkar dengan diameter 6 cm. Panggung ini dugunakan
untuk tempat mencuci, menyiapkan makanan, sebagai tempat pembuangan (kotoran hewan)
dan sebagai ruang masuk utama. Jalan masuk menuju ture adalah tangga bambu atau
kayu.
Musik, Toba Kuno di jaman dinasti
Tuan Sorimangaraja (Pahompu-nya Si Raja Batak) Berawal dari musik
Raja-raja.Bukan musik untuk Raja, tetapi musik yang dimainkan oleh Raja. Musik
Batak awalnya diciptakan untuk upacara ritual yang dipimpin pada Datu (dukun)
pada masa itu untuk penghormatan leluhur, minta panen yang sukses kepada Mula
Jadi Nabolon.
Batak untuk ritual ini adalah yang disebut
Gondang Sabangunan yang terdiri dari 5 Ogung, 5 Gondang, Sarune Bolon lubang 5.
Namun para Rakyat juga ingin main musik, maka berkembanglah musik batak ini di
kalangan rakyat dengan format Taganing, Garantung, Hasapi, Seruling dan Sarune
Etek. Dengan alat-alat musik inilah tercipta banyak sekali lagu rakyat yang
bernuansa pentatonis (Do Re Mi Fa Sol, kadang2 ada juga La) dan susunan nada
(licks)-nya sangat khas tidak didapati di musik suku lain.
Kerajinan, tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak.
Contoh tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat
Batak yang digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan
rumah, kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami.Warna
ulos biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu.
Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
http: //
ragambudayanusantara.blogspot.com//, Senin, 25 Agustus 2008
http :
//jfchatib.blogspot.com/ 2009/03/ arsitektur-traditional-batak.html, KAMIS 26
MARET 2009
http://habatakon01..com/